Minggu, 15 April 2012

Sebanyak 1.261 Perusahaan Migas Wajib Lapor ke KPP Migas

BOJONEGORO – Sebanyak 1.261 perusahaan migas yang beroperasi di Indonesia wajib lapor kewajiban perpajakannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Minyak dan Gas Bumi (Migas). KPP Migas ini dibentuk selain untuk memberi pelayanan lebih prima dan optimal kepada perusahaan migas dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, juga untuk mengintensifkan penerimaan pajak dari sektor migas. Selama ini perusahaan migas selalu mengklaim bahwa mereka telah menyetor pajak migasnya dengan benar.
   
   Maka dengan terbentuknya KPP Migas ini, dapat dipantau dan diawasi secara lebih ketat dan seksama apakah perusahaan migas telah menyetor pajaknya dengan benar atau tidak. "Nanti akan terbukti apakah klaim perusahaan migas tersebut telah bayar pajak sebagaimana mestinya sudah benar atau belum," kata Dirjen Pajak Fuad Rahmany pada acara peresmian KPP Pertambangan dan KPP Migas di Jakarta, Senin, 2 April 2012.
    Selain KPP Migas yang terletak di Kalibata, maka mulai 1 April 2012, KPP  Wajib Pajak Satu yang terletak di Jalan Medan Merdeka Timur kini secara resmi dioperasikan sebagai KPP Pertambangan. KPP Pertambangan ini khusus melayani dan mengintensifkan penerimaan pajak dari perusahaan-perusahaan besar pertambangan yang beroperasi di Indonesia. Berdasarkan basis data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terdapat sekitar 5.800 perusahaan tambang yang terdaftar sebagai Wajib Pajak (WP). DJP menargetkan dengan beroperasinya kedua KPP tersebut maka penerimaan pajak dari sektor pertambangan sebesar Rp 80 triliun dan penerimaan pajak dari sektor migas sebesar Rp 64 triliun setahun tercapai. Total target penerimaan pajak di sektor pertambangan dan migas sebesar 144 triliun itu untuk menunjang agar tercapainnya total target penerimaan pajak Dalam Negeri, yang dipatok dalam APBN-P 2012 adalah sebesar Rp 968,29 triliun.
 Fuad menjelaskan bahwa dengan dibentuknya KPP Pertambangan dan KPP Migas tersebut maka DJP dapat mengembangan keahlian perpajakan di bidang pertambangan dan migas bagi aparat-aparat pajak yang ditugaskan pada kedua KPP tersebut. Selain itu, para WP di sektor migas dan pertambangan akan mendapat manfaat dari keseragaman dalam pelayanan pembentukan KPP tersebut sebagaimana telah diamanatkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 29/PMK.01/2012 tentang Perubahan Atas PMK Nomor: 62/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal DJP.
    Selain itu, sesuai Peraturan Dirjen Pajak Nomor: PER-08/PJ/2012 tanggal 30 Maret 2012 dipertegas bahwa kini di lingkungan kerja DJP terdapat empat KPP Wajib Pajak Besar dan sembilan KPP Khusus. Keempat KPP Wajib Pajak Besar tersebut meliputi:  (i) KPP Wajib Pajak Besar Satu, untuk WP Badan Besar tertentu yang melakukan kegiatan usaha di sektor pertambangan dan jasa penunjang pertambangan; (ii) KPP Wajib Pajak Besar Dua, untuk WP Badan Besar tertentu yang melakukan kegiatan usaha di sektor industri, perdagangan, dan jasa; (iii) KPP Wajib Pajak Besar Tiga, untuk WP BUMN yang melakukan kegiatan usaha di sektor industri dan perdagangan; dan (iv) KPP Wajib Pajak Besar Empat, untuk WP BUMN yang melakukan kegiatan usaha di sektor jasa dan WP Orang Pribadi tertentu.
 Sedangkan kesembilan KPP Khusus meliputi : (i) KPP Perusahaan Masuk Bursa, untuk WP yang pernyataan pendaftaran emisi saham telah dinyatakan efektif oleh Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, badan-badan khusus (Self Regulatory Organization) yang didirikan dan beroperasi di bursa berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dan Perusahaan efek non bank; (ii) KPP Penanaman Modal Asing (PMA) Satu, untuk WP penanaman modal asing tertentu yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor industri kimia dan barang galian non-logam; (iii) KPP PMA Dua, untuk WP penanaman modal asing tertentu yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor industri logam dan mesin; (iv) KPP PMA Tiga, untuk WP penanaman modal asing tertentu yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor pertambangan dan perdagangan; (v) KPP PMA Empat, untuk WP penanaman modal asing tertentu yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor industri tekstil, makanan dan kayu; (vi) KPP PMA Lima, untuk WP penanaman modal asing tertentu yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor agribisnis dan jasa; (vii) KPP PMA Enam, untuk WP penanaman modal asing tertentu yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor jasa dan perdagangan; (viii) KPP Badan dan Orang Asing (BADORA), untuk WP bentuk usaha tetap yang berkedudukan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan orang asing yang bertempat tinggal di Daerah Khusus Ibukota Jakarta; dan (ix) KPP Minyak dan Gas Bumi (KPP Migas), untuk WP Migas.
    Melalui KPP Wajib Pajak Besar Satu (baca: KPP Pertambangan) dan KPP Migas, DJP dapat mengkonsolidasikan data dan informasi WP sektor pertambangan dan migas di satu KPP saja. "Supaya data dan informasi bisa terkonsolidasi, sehingga kami bisa memonitor perusahaan-perusahaan tersebut," kata Fuad. Juga dengan dioperasikannya KPP Migas, DJP dapat fokus melakukan penghitungan sendiri terhadap kontrak bagi hasil dari sektor migas, sehingga mengurangi perselisihan atau perbedaan dalam penghitungan pajaknya. "Kami akan upayakan dengan KPP Migas ini pelayanan dan pemantauan bagi perusahaan pertambangandan migas akan lebih optimal," tandas Fuad.
    Diungkapkan oleh Fuad bahwa selama ini pemerintah belum pernah bisa membuktikan sebesar apa jumlah total produksi minyak siap jual (lifting minyak) para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) sesungguhnya. Hal itu tentu berpengaruh terhadap besaran pajak migas dan pertambangan yang disetor oleh perusahaan migas dan pertambangan kepada negara selama ini. Oleh sebab itu, DJP berencana untuk menyewa konsultan internasional untuk mengaudit data lifting migas dan pertambangan. "Pengalaman saya di pasar modal, nggak pernah percaya sama perusahaan, baik terbuka maupun tertutup. Walaupun mereka menyewa auditor big four. Itu hanya nama saja, di lapangan kan pegawai juga bisa diajak kolusi," ungkap Fuad.
    Dijadwalkan, pengadaan kerjasama dengan surveyor tersebut internasional untuk mengaudit data lifting migas dan pertambangan akan terlaksana pada Juni 2012. "Kami masih harus bicarakan kembali alokasi (dana untuk bayar surveyor tersebut) kepada Dirjen Anggaran," tandas Fuad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar